rangkuman pengetahuan, resensi buku, dan opini

29 January 2012

Sejarah Menurut Para Jin

Saya tertarik begitu pertama kali menyaksikan acara "sisi lain sejarah" di salah satu televisi swasta. Ketertarikan saya terlebih karena acara ini mencoba menguak sebuah “sejarah” dengan pendekatan supranatural. Sebagai seorang yang dulu pernah kuliah sejarah, pendekatan supranatural tentu saja tidak sahih dalam metodologi sejarah dan justru inilah yang menyeret saya untuk menulis di sini. Sebuah dekonstruksi metodologi sejarah, katakan saja begitu, yang dilakukan oleh sebuah stasiun swasta (dalam hal ini saya percaya kapitalisme jauh lebih revolusioner ketimbang komunisme). 

Sebagaimana diketahui nara sumber utama dalam acara tersebut adalah para jin. Dengan cara mediumisasi (meminjam raga manusia dan kemudian dirasuki jin), para jin diwawancarai untuk menceritakan apa yang disaksikan. Dalam metode sejarah sumber sejarah yang menjadi penyaksi langsung sebuah peristiwa adalah sumber primer. Tapi pernyataan kemudian berlanjut, seberapa kredibel jin tersebut? Apakah jin bisa berbohong? Pertanyaan ini mungkin hanya pas jika ditujukan pada para akademisi sejarah. Tapi bagi yang lain, yang bukan sejarawan bisa jadi kurang relevan. Bagi mereka yang terpenting, acara ini menghibur atau setidaknnya menyadarkan bahwa meminta kepada selain Tuhan tidak dibenarkan.

Salah satu pemirsa yang terhibur itu salah satunya adalah saya. Pada saat saya menyaksikan ada jin perempuan yang diwawancarai pada episode di Gua Sunyaragi Cirebon cukup  saya tertarik. Jin itu mengatakan bahwa istri Sunan Gunung Jati adalah seorang Cina. Hal itu mirip dengan apa yang diceritakan Slamet Mulyana dalam Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa (1968)

Slamet sendiri bahkan berani mengatakan bahwa Sunan Gunung Jati adalah seorang keturunan  Cina dengan nama Toh A Bo. Tetapi sumber yang digunakan oleh Slamet pun masih misterius. Setidaknya memiliki kelemahan ketika ia bersandar pada satu sumber yakni catatan Tiongkok di Klenteng Sam Po Kong, Semarang. Tentu saja nama orang, tempat dll, telah dialihbahasakan ke dalam bahasa Cina. Salahkah Slamet Mulyana? Pertanyaan ini mungkin hanya pas jika ditujukan pada para akademisi sejarah. Tapi bagi yang lain, yang bukan sejarawan bisa jadi kurang relevan. Bagi mereka yang terpenting ada tontonan yang menarik seputar klenik.

Pada akhirnya sebagai penonton saya hanya bisa berandai-andai setelah melihat beberapa episode acara ini. Andai saja acara ini meliput para jin di Lubang Buaya, kira-kira sisi sejarah apa yang akan disampaikan para jin? Barangkali jin yang jujur dapat menjawab siapa sebenarnya yang memerintahkan membunuh para jenderal? Siapa sebenarnya Sjam Kamaruzaman, dan tentu saja apakah Soeharto terlibat dalam peristiwa ini?

Bagaimanapun babak sejarah Indonesia itu hingga kini belum terkupas tuntas. Ada banyak sisi yang belum terjelaskan dan barangkali sisi pendekatan supranatural patut dicoba. Biar cerita semakin tertunda kelengkapannya? Biar sejarah semakin asyik untuk diperbincangkan. 

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Sejarah Menurut Para Jin

  • Bisnis e-book di Indonesia "E-book ngga laris di sini (Indonesia)" kata Komandan sore itu sebelum pandangannya tertuju pada jalanan Jakarta. Saya belum puas dengan jawabannya. Kepala masih thuin ...
  • Kamus Fisika Lengkap: Tentang Jarak yang Tawarkan Rindu Sebuah tantangan buat saya ketika harus meresensi sebuah kamus. Apalagi kamus fisika, bidang keilmuan yang kurang saya pahami. Nilai fisika saya waktu SMA tidak pern ...
  • Kamus Sejarah Agama Islam: Belajar Sejarah Islam Lebih Mudah Islam dengan segala isinya, bagi saya, selalu menarik untuk dikaji dan dipelajari. Terutama bagi saya yang menyukai sejarah, buku sejarah Islam selalu menggoda untuk di ...
  • e-book Gratis di Indonesia Bisa dibilang hingga kini idustri buku cetak Indonesia belum tergoyahkan oleh munculnya ebook. Berbeda dengan di Amerika Serikat, amazone ternyata berhasil menggeser p ...
  • Berbagi dan Dibayar Selama ini yang terjadi setiap contributor konten hanya dimanfaatkan oleh korporat. Misalnya saja para kompasianer yang hanya dipakai untuk mengatrol traffic komp ...

3 komentar:

Gerai Buku Kunto said...

Tulisan yang bagus, televisi tentu saja bermaksud cari untung.
Lagi pula mayoritas penikmat TV juga bukan pembaca yang kutu buku.
Mereka adalah yang masih pada taraf penonton

Unknown said...

sip gan.

kutunaon said...

Sbg tambahan referensi...

http://temp-zzz.blogspot.com/2009/10/mengenal-jin.html