rangkuman pengetahuan, resensi buku, dan opini

22 February 2012

Mengenang Karya-karya Kuntowijoyo

Kuntowijoyo. Saya mengenal nama itu sejak di bangku kuliah dari sebuah buku wajib baca, Pengantar Ilmu Sejarah. Sedikit curcol, buku tutorial sejarah ini yang paling mudah saya pahami di awal-awal kuliah. Pengantar Ilmu Sejarah menjadi semacam panduan cara mudah menjadi sejarawan. Melalui buku itu, Kunto memberi kuliah sejarah dengan bahasa yang sangat sederhana sesederhana otak mahasiswa baru macam saya saat itu. Buku yang benar-benar luar biasa bagi mahasiswa biasa yang sok luar biasa di masa kuliahnya. Siapa lagi kalau bukan saya.

Lalu, Mantra Pejinak Ular. Buku karya Kunto  itu menyusul kemudian dalam sejarah bacaan saya. Mantra Pejinak Ular telah menyihir otak saya untuk kemudian meyakinkan bahwa Kuntowijoyo bukan semata sejarawan, ia mahir susastra. Ini luar biasa sebab sejarawan selalu terpaku pada sejumlah metodologi dan footnote baku. Kuntowijoyo punya footnote tersendiri bahwa ia sejarawan cum sastrawan. Dari sini, sedikit curhat lagi, saya mulai mengidolakannya. Tentu saja idola dalam pengertian akademik dan bukan syahwat. Novel itu menarik karena setidaknya latar yang dipilih Kunto tidak jauh dengan diri saya sebagai seorang udik. Mantra Pejinak Ular adalah gambaran dari realisme udik (pinjam judul esai Binhad Nurohmat) dengan penggemar yang udik pula. Dan bagi saya, yang udik itu asyik…

Saya tak begitu peduli dengan isme-isme dalam sastra, yang saya pahami bahwa sastra yang baik adalah sastra yang membuat senang pembacanya. Memahami setiap maknanya dengan cara yang gembira zonder dahi mengkerut. Dan Kotbah di Atas Bukit itu yang membuat saya terpaksa tertegun, “Ini Pak Kunto sedang galau”. Ia mikirin dirinya, dunianya, dan kesepian-kesepian pemikirannya. Persis lelaki tua dalam novel yang ditulisnya.

Berikutnya,  Radikalisasi Petani sebuah kumpula essai. Ini pun menjadi semacam album dari sejumlah sejarah yang dimampatkan dalam selembar essai. Hemat saya, dengan esai-esainya itu Kunto tidak sekadar bercerita tentang fakta yang terhampar dalam sejumlah teks. Tapi banyak fakta tak nampak yang justru yang hendak ia sampaikan. Tentang budaya tandingan, sebagaimana ditulis Kunto, itu hanya bayangan perilaku para priyayi yang ditangkap sebuah “kamera” sejarah Kunto. Tapi di luar itu, bagi saya, yang menarik justru sejumlah produksi mitos baik dari para penguasa maupun yang dikuasai. Masing-masing mencoba menguasai dengan mitos yang mereka tebar. Keduanya tumbuh subur di ladang masing-masing karena terus dipupuk dan dibudidayakan.

Bahwa pada akhirnya saya bisa menafsirkan sendiri bahwa radikalisasi petani itu pun juga mitos. Selamat Tinggal Mitos, Selamat Datang Realitas. Tapi maaf Pak Kunto, realitas itu tak pernah datang. Ia selalu kami tunggu, tapi yang tiba di hadapan adalah sebuah mitos baru yang mengaku sebagai realitas. Pak Kunto mungkin tidak keliru, karena saya merasa Pak Kunto berharap bahwa ada sebuah dunia yang benar-benar real. Bukankah tak ada yang salah dari sebuah harapan?   

Yang real itu 22 Februari 2005. Ketika saya berada di sana, di Bulaksumur untuk sekadar berbela sungkawa. Entah kekuatan macam apa yang mendorong saya ada di sana. Yang pasti, meski tak pernah mendapat kuliahnya, Kunto adalah guru saya. Saya ikuti upacara pengeburuanya hingga di Sawit Sari. Saya turut berdoa, dan meninggalkan jejak berupa tiga buah lemparan tanah di pusaranya sebagai penanda bahwa kelak jika mati, saya masih bisa berjumpa denganya untuk sekadar bilang, “Terima Kasih Pak Kunto”


Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Mengenang Karya-karya Kuntowijoyo

  • Lima Puluh Tahun Sejak Involusi Pertanian Setidaknya Clifford Geertz benar. Bahwa apa yang ditulisnya sekitar hampir setengah abad lalu tentang involusi pertanian di Jawa nyatanya tak banyak mengalami peruba ...
  • Profil dan Karya Remy Sylado Nama aslinya Yapi Tambayong. Tapi dalam berkarya ia sering menggunakan nama pena seperti Remy Sylado, Alif Danya Munsyi, Juliana C. Panda, Dova Zila, atau Jubal Anak ...
  • Mengenang Karya-karya Kuntowijoyo Kuntowijoyo. Saya mengenal nama itu sejak di bangku kuliah dari sebuah buku wajib baca, Pengantar Ilmu Sejarah. Sedikit curcol, buku tutorial sejarah ini yang paling m ...

5 komentar:

Step of Dream said...

bagus gan postingannya, ane blogwalking lagi dan promosi postingan Laku.com belanja online grosir eceran murah dan aman

Gerai Buku Kunto said...

Saya suka banget dengan tulisan pak Kunto, nama saya juga Kunto hehe( pakai R )

Unknown said...

HAI :D
Aku DAH FOLLOW BLOG MU NI..
SKRG TOLONG FOLLOW BLOG KU YA
ajibonsukses.blogspot.com
makasih :D

jo said...

Halo, Mas Agung. Saya sedang menulis skripsi tentang Marco Kartodikromo. Senang rasanya jika bisa berkorespondensi dengan Mas agung yg juga telah menulis buku tentangnya.
Salam.

Obat Herbal Psoriasis said...

terima kasih atas informasinya..