
Apa yang bisa diucapkan selain terima kasih kepada Takashi Shiraishi? Ia Telah mengumpulkan serpih-serpih data di koran-koran, memverifikasi, menganalisis dan selanjutnya terbit Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926. Seorang Jepang, seorang guru besar Studi Asia Tenggara pada Center for Southeast Asian Studies, Universitas Tokyo, seorang yang tak memiliki KTP Indonesia menulis sejarah Indonesia. Apa yang bisa diucapkan selain terima kasih?
Bagi saya, Zaman Bergerak adalah catatan atas para perintis Indonesia di tengah dunia yang sedang bergolak, dunia yang bergerak. Ketika nasionalisme mulai menemukan bentuknya. Ketika pergerakan-pergerakan tumbuh. Ketika pers menjadi senjata ampuh untuk melawan, menikam, menelanjangi sekaligus bermetamorfosis menjadi nabi.
Hampir semua tokoh dalam buku ini, Marco, Tjokroaminoto, Semaoen, Misbach, Tjipto Mangoenkoesoemo, Soewardi Soerjaningrat dan yang lain adalah orang-orang yang terlibat dalam pers. Marco dengan Doenia Bergerak, Tjokroaminoto menjadi pemimpin Oetoesan Hindia, Semaoen dengan Sinar Djawa/Hindia, Misbach dengan Medan Moeslimin dan Islam Bergerak, Soewardi tentu saja dengann De Express-nya. Pendek kata, pemimpin pergerakan sekaligus pekerja pers.
Saya memakai kategori seperti di bawah ini untuk sedikit memahami alur yang hendak disampaikan Takashi:
Tokoh Koran Organisasi
A. Wignjadisastra Medan Prijaji, Kaoem Moeda SI Bandung
Abdoel Muis Bintang Hindia, Pantjaran Warta SI Bandung
Abdoel Rivai Bintang Hindia
Agus Salim Soeara Kaoem
Akhmad Dahlan Muhammadiyah
SI Jogjakarta
Ali Soerati Oetoesan Hindia Setia Oesaha
(pedagang Arab. Setia Oesaha penerbit Oetoesan Hindia)
Alimin PKI Semarang
Darsono Sinar Djawa PKI Semarang
Djojodikoro SI Surakarta
(penulis, Nabi minoem Opioem)
Djojomargoso SI Solo (sekretaris)
Douwes Deker De Express IP
Goenawan Medan Prijaji, Pantjaran Warta
Hardjodiwongso Senopati, Habromarkoto Sarekat Rakyat Surakarta
(harbomarkoto merupakan lanjutan dari Senopati)
Hisamzaijnie Medan Moeslimin
Kartowihardjo SI (bendahara)
Marco Kartodiromo Medan Prijaji, Sarotomo SI, PKI
Doenia Bergerak, Sinar Djawa,
Sinar Hidia,
red. tamu Medan
Moeslimin, Sarotomo, Pantjaran
Warta
Martodharsono Medan Prijaji, Djawi Hiswara
Djawi Kanda, Sarotomo
Muhammad Misbach Medan Moslimin, Islam Bergerak
Doenia Bergerak
Mohammad Joesoef Sinar Djawa SI Semarang
Pangeran Ngabehi penasehat SI
Tirto adhi Soerjo Soenda Berita Medan Prijaji, Sarekat Prijaji
(1880-1917) Sarotomo (hoofredacteur)
Tirtodanoedjo Sinar Djawa
(teman dekat Tjokroaminoto
Tjipto Mangoenkoesoemo De Express SI, IP
Tjokroaminoto Oetoesan Hindia, SI
Samanhoedi Rekso Roemekso, S(D)I
Semaoen Sinar Hindia, Sinar Djawa SI Semarang, PKI
Sneevlit ISDV
Soerjopranoto Pemimpin
Soewardi Soerjaninrat De Express, Pemimpin SI Bandung, IP
(adik Soerjopranoto)
Sosrokoernio Sarotomo,Doenia Bergerak SI Surakarta
(teman dekat Marco)
Bagi Anda yang dibekali otak encer tentu saja tak perlu memakai katagorial di atas. Tapi bagi saya yang dibekali IQ tak selevel dengan Einstein, tentu saja, sangat membantu. Sebab dari sana saya bisa sedikit memahami zaman yang bergerak dengan orang-orang yang tak pasif, bergerak, bergerak, dan terus bergerak. Satu tokoh berpindah dari satu organisasi ke organisasi lain. Dari satu koran ke koran lain. Dibuang di sini diterima di sana. Sebuah zaman yang memang silang sengkarut.
Dengan kategorial itu, saya sedikit paham bahwa di tengah zaman yang bergerak itu ada “pertikaian” antar tokoh. Tapi juga di buku itu, saya bisa merasakan betul ada aroma, persahabatan kental, juga pengkhianatan. Sesuatu yang ketika dulu semasa Sekolah Dasar tak pernah disampaikan. Mungkin aib, tabu, untuk anak sekolah dasar. Semasa bocah dulu, sejarah yang tak manusiawi saya terima.
***
Pada mulanya memang pencerahan. Ketika politik etis memengaruhi cara berpikir bumiputera. Sebagaimana diketahui, sekolah menjadi institusi penting dalam revolusi berpikir. Hanya saja saat itu sekolah milik elit. Kaum yang memiliki akses jauh lebih mudah dibandingkan kaum-kaum kromo, si jelata itu.
Tapi dari sanalah perubahan dimulai. Sarekat Prijaji dan Boedi Oetomo yang dihuni para kesatria Jawa itu berdiri. Organisasi yang memberi warna baru dalam pola pergerakan yang mengedepankan kecanggihan cara berpikir dan bertindak.
Hanya saja, Shiraishi tak mengawalinya dari sana. Ia mengawali dari jaman ketika teknologi mulai berkembang pada abad akhir abad XIX. Pemukiman-pemukiman yang memungkinkan terjadinya perdagangan di pusat-pusat kota di Vorstenlanden di Suarakarta. Inilah yang dia sebut sebagai zaman modal pertama.
Zaman modal kedua, menurut Shiraishi, ditandai dengan perdagangan yang berkembang di pusat-pusat Jawa (Vorstenlanden). Ia bahkan berani menunjuk perdagangan di Lawean, Surakarta dan para pedagang Tionghoa sebagai barometer perdagangan kala itu. Ini tentu saja didukung dengan kemajuan pertanian di pedesaan-pedesaan.
Periode berikutnya, sebagaimana kita tahu, adalah zaman modern. Ketika politik etis diberlakukan di tanah Hindia Belanda pada abad XX. Sekolah-sekolah berdiri. Anak-anak asuhan dipungut. Kartini dengan Abandanon, Abdul Rivai, Pemimpin Redaksi Bintang Hindia. Tirto Adhi Surya pun dekat dengan Gubernur Jendral Hindia itu: dekat dengan Van Heutz. Tjokroaminoto dengan Rinkes dan Agus Salim menjadi kesayangan Snouck Hurgronje.
Mereka tumbuh dengan bapa dan ibu angkatnya masing-masing. Tumbuh sebagai “bangsa oesoelan dan pikiran,” kata Abdul Rivai. Ya, semua akhirnya menjadi para kreator cikal bakal Indonesia. Di luar sana seorang pribumi yang tak sempat menjadi anak asuhan Belanda, Marco Kartodikromo, bilang, “Anak Hindia soedah berapi”. Anak Hindia cerdas, anak hindia bisa usul dan berpikir pada abad ketika bioskop menjadi barang istimewa dan tontonan modern.
Pendidikan tak bisa dipungkiri lagi membawa anak Hindia kepada perubahan. Pergerakan-pergerakan muncul. Dari sanalah zaman bergerak berawal. Otak-otak encer yang membidani, merawat, dan mengasuh memungkinkan untuk menggerakkan bumiputera bergerak. Ya, organisasi itu, sebuah komunitas terstruktur itu yang menempa mereka.
Adalah sarekat Islam, organisasi pergerakan yang menampung hampir semua tokoh pergerakan. Siapa perintis Indonesia yang tak pernah terlibat di dalamnya di awal abad ke-20 itu? Ya, Samanhoedi yang dilantari oleh Martodharsono, anak buah Tirto Adhi Soerjo pendiri Medan Prijaji, yang mendirikannya. Baik Samanhoedi maupun Martodharsono adalah sesama orang Surakarta.
Tirto-lah yang menyusun anggaran dasar pertama kali, ketika dulu Sarekat Islam masih bernama Sarekat Dagang Islam. Dia Mula organisasi ini adalah sebuah pertikaian dari pemuda Surakarta di kampung Lawean, Solo yang tergabung dalam Rekso Roemekso dengan para pedagang Tionghoa.
Untuk memudahkan pemahaman saya, mungkin juga Anda, saya akan membuat biografi kecil tentang tokoh-tokoh pergerakan ini dalam satu balutan besar: buku Zaman Bergerak secara berseri.
Identitas Buku
Judul : Zaman Bergerak: Radikalisme di Jawa 1912-1926
Pengarang : Takashi Shiraishi
Penerjemah : Hilmar Farid
Penerbit : Pustaka Utama Grafiti
Cetakan : Cornel University, 1990
Pustaka Utama Grafiti, 1997
Tebal : 540 hlm.
1 komentar:
Rodo seger aku moco bagian pertama tulisanmu iki.Wis apik. Ketok lek kowe ws moco tenanan bukune. Apik. Kecekel semengat bukune.
Tapi bagian keduane? Hmmm... mbalik meneh koyo tulisanmu sik mbien2.
Post a Comment