rangkuman pengetahuan, resensi buku, dan opini

05 May 2007

Soekarno Sang Arsitek Jakarta


Judul: Membayangkan Ibu Kota, Jakarta di Bawah Soekarno
Pengarang: Farabi Fakih
Penerbit: Ombak Yogyakarta
Cetakan: 2005
Tebal: xxxi+205 hlm.


Soekarno sang arsitek. Ia jadi tukang insinyur setelah menyelesaikan pendidikannnya di ITB Bandung. Ia tukang. Kerja yang membutuhkan ketrampilan. Kerja yang tak semata menyusun bermacam-macam material untuk menjadikannya sebuah bangunan kokoh. Tapi juga keindahan bentuk dan perpaduan komposisi ruang. Semuanya ditujukan membentuk bangunan yang estetis di mata dan benaknya.

Ia suka bangunan yang menjulang. Bangunan yang menggapai-gapai langit. Ia terobsesi pada yang tinggi. Sebagaimana ia suka berpidato membakar emosi massa di podiumnya. Sebagaimana yang dikatakannya, “Gantungkan cita-citamu setinggi langit”. Tinggi menjulang seperti mersusuar yang bisa dilihat dari segala penjuru. Itulah obesisinya.

Ia tukang insinyur yang nasionalis. Meski dalam beberapa hal, kedekatannnya pada Jepang, nasionalismenya disangsikan. Soekarno juga dikenal sebagai arsitek Indonesia. Indonesia yang dia bayangkang tak jauh beda dengan bayangannya pada bangunan.

Indonesia yang dibangun dari pelbagai materi bernama bangsa-bangsa. Indonesia yang dibangun menurut perpaduan komposisi kekuasaan dari Sabang sampai Merauke. Ia bayangkan Indonesia yang bisa dilihat dari segala penjuru. Indonesia yang mirip mersusuar.

Buku ini menjelaskan segala hal ihwal konsep Soekarno mengenai arsitektur dalam bayangannya. Bangunan estetis bernama Indonesia. Indonesia yang berpusat pada Jakarta. Indonesia yang pada masa itu masih tertatih-tatih membangun. Indonesia yang belum final. Indonesia yang terus terjadi gejolak seperti yang terjadi dalam satu dekade ia memimpin.

Farabi Fakih tersirat membuktikan obesisi Soekarno. Ia ingin Jakarta sebagai pusat Indonesia dipenuhi gedung-gedung tinggi. Bilangan Tamrin dan Sudirman ia sulap dengan deretan gedung-gedung tinggi. Ia bangun Sarinah, ia bangun Monumen Nasionanal, ia bangun Istiqlal, Ia bangun Hotel Indonesia. Ia mimpikan Jakarta sebagai ibu kota yang modern dengan bangunan menjulang. Biar mata dunia tertuju pada ibu kota Indonesia yang masih balita. Biar dunia kagum dan takjub melihatnya.

Dalam tempo yang sesingkat-singkatnya Jakarta (Indonesia) hendak diubahnya. Semua yantg berbau kolonial ia tanggalkan. Ia inginkan Indonesia yang baru, yang steril dari kolonial. Ya, itu terjadi ketika Indonesia masih tertatih-tatih baru saja lepas dari penjara kolonial. Indonesia yang dalam bayangan Soekarno diminta melaju pesat menuju modernitas sekaligus nasionalis.

Apa yang ditulis Farabi Fakih ini mengingatkan pada gagasan Denys Lombard dalam Nusa Jawa Silang Budaya 3. Dalam buku itu Lombar mengatakan kekuasaan Indonesia jaman Soekarno berkuasa bersifat konsentris. Sebuah model kekuasaan warisan dari kerajaan-kerajaan yang pernah hidup di Jawa.

Model kekuasaaan sekaligus arsitek yang memusat di tengah. Tengah adalah tumpuan dari bangunan-bangunan pinggir. Contoh konkret gagasan ini dapat dilihat dari arstektur Monumen Nasional. Bangunan yang menjulang, yang bertumpu pada banhgunan di tengah. Bayangkan tempat tumpuan bangunan yang menjulang itu Jakarta. Bayangkan bahwa di sisi luar bangunan yang jadi tumpuan bangunan menjulang itu wilayah luar Jakarta.
Farabi Fakih menunjukan bahwa membangun ibu kota dalam tempo yang sesingkat-singkatnya ternyata tak mudah. Faktor dan lain-lain, sebagaimana teks proklamasi, yang dilupakan Soekarno. Mentalitas tradisional masih melekat pada warga Jakarta. Sebagaimana mentalitas, ia sulat diubah dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Sebuah foto menarik ada dalam buku ini. Istiqlal yang megah dengan pancuran airnya dijadikan tempat mandi umum. Ini mengingatkan fungsi pancuran pancuran kali di pedesaan-pedesaan yang dijadikan tempat mandi. Jakarta yang sangat modern, Jakarta yang sangat tradisional. Jakarta yang metropolitan, Jakarta yang pedesaan.

Bagi saya, apa yang diwariskan Soekarno pun masih bisa dilihat di hari ini, di Jakarta. Jakarta masih menjadi barometer Indonesia. Indonesia yang modern hanya terjadi dalam visual belum pada mentalitas. Ini semua warisan para arsitek Indonesia.

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Soekarno Sang Arsitek Jakarta

1 komentar:

Ridwanars said...

Agung yang baik, salam kenal, sebenarnya banyak bangunan dari hasil karya Soekarno, terutama di Bandung, seperti bangunan kembar hasil karya beliau di jl. Malabar Bandung. Di Jakarta, bangunan monumental memang banyak atas gagasan Soekarno, namun arsitek yang berperan untuk mewujudkannya tidak dapat dikesampingkan, seperti F. Silaban yang merancang bangunan Masjid Istiqlal, Bank Indonesia dan seterusnya. Menurut saya, bangunan-bangunan monumental tersebut dirancang atas gagasan politis saja sifatnya, seperti Monumen Nasional. Banyak orang bilang bangunan-bangunan tersebut adalah proyek mercusuar. Dalam hal estetika, tetap saja arsitek yang harus mewujudkannya. Thks, sukses buat anda.