rangkuman pengetahuan, resensi buku, dan opini

11 November 2014

Telaah UU No. 21 tahun 2011: Kasus Investasi Yusuf Mansur dan MMM

Ustad Yusuf Mansur pernah menjadi bahan pembicaraan terkait patungan usaha yang dilakukannya pada Juli 2013 lalu. Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ada beberapa hal yang belum dipenuhi Ustad ini dalam pengelolaan investasi patungan usaha dan aset. 



Beberapa syarat itu antara lain; belum berbadan hukum, tidak memiliki izin usaha, bukti investasi belum jelas, belum menetapkan imbal hasil, dan aset masih atas nama orang lain. OJK sebagai pihak yang mengatur jasa keuangan akhirnya menjatuhkan sanksi edukatif. (tempo.co, edisi 23 Juli 2013). Pada akhirnya ivestasi Yusuf Mansur ini terdaftar di OJK dan mendapat ijin resmi pada September 2013 lalu.

Kasus tersebut mencuat karena ada kemungkinan Ustad Yusuf Mansur belum mengetahui adanya hukum positif tentang otoritas jasa keuangan di Indonesia. Dan agaknya Yusuf bukanlah satu-satunya orang yang belum mengerti Undang-undang yang diteken Presiden SBY pada 22 November 2011 lalu ini. Ada banyak pihak yang sebenarnya bersinggungan dengan undang-undang ini. Tapi mereka belum paham aturan-aturan penyelenggaraan jasa keuangan menurut undang-undang ini.

Dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan disebutkan bahwa tujuan dibentuk OJK adalah untuk; 1) menyelenggarakan kegiatan jasa keuangan secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel. 2) mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara keberlanjutan dan stabil, dan 3) melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. (Pasal 4 huruf a,b, dan c)

OJK sendiri berfungsi sebagai penyelenggara sistem dan pengawasan yang terintegrasi terhadap seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Aturan ini berlaku dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (pasal 5). Selain itu, OJK juga bisa melakukan hubungan internasional terkait dengan fungsi dan tugasnya. 

Sementara tugas OJK, sesuai UU No, 21 Tahun 2011, adalah; 1) mengawasi kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan, 2) kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal, dan 3) kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, dana pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa keuangan lainnya. (Pasal 6)

Terkait dengan konsumen dan Masyarakat sesuai pasal 28 UU No, 21 Tahun 2011, OJK berwenang melakukan tindakan pencegahan kerugian yang diderita oleh Konsumen dan masyarakat. Tindakan itu antara lain 1) memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat atas karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya. 2) meminta lembaga Jasa Keuangan untuk menghentikan kegiatannya apabila kegiatan tersebut berpotensi merugikan masyarakat, dan 3) tindakan lain yang dianggap sesuai dengan peraturan perundangan di sektor jasa keuangan. Penerapan pada perlindungan konsumen ini nampak dalam kasus investasi Yusuf Mansur. 

Sesuai pasal 30, OJK juga berwenang melakukan pembelaan hukum terhadap konsumen dan masyarakat. Pembelaan dilakukan apabila konsumen dan masyarakat merasa dirugikan oleh penyelenggara Jasa Keuangan. Perlindungan itu berupa pengajuan gugatan untuk memperoleh kembali harta kekayaan milik pihak yang dirugikan dari pihak yang menyebabkan kerugian, baik yang berada di bawah penguasaan pihak yang menyebabkan dimaksud maupun di bawah penguasaan pihak ain dengan itikad tidak baik: dan/ atau memperoleh ganti kerugian dari pihak yang menyebabkan kerugian pada Konsumen dan/atau Lembaga Jasa Keuangan sebagai akibat dari pelanggaran atas peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

Maka ketika muncul arisan Manusia Membantu Manusia (MMM), OJK menjawab, “Program MMM Indonesia atau Komunitas Mavrodian Indonesia bukan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) yang melakukan kegiatan usaha di sektor keuangan sebagaimana diatur dan diawasi oleh OJK, sehingga program MMM Indonesia tidak mendapatkan izin usaha dari OJK. Dengan demikian, OJK tidak mengatur dan tidak mengawasi keberadaan program MMM Indonesia,” demikian yang tertulis di website resmi OJK.


Buku Undang-undang No 21 Tahun 2011.
Pada kasus MMM, OJK sendiri belum pernah mendapatkan pengaduan resmi dari konsumen sesuai pasal 29 (medanbisnisdaily.com, 5 November 2014) . Padahal OJK sudah memberikan Layanan online di (500-655). Karena itu OJK tidak bisa menindaklanjuti lebih jauh kegiatan tersebut. Meskipun dalam beberapa hal arisan MMM berpotensi penipuan. OJK hanya mengatakan bahwa MMM tidak mendapatkan izin usaha sehingga di luar kewenangan OJK. 

Apakah dengan kasus semacam itu, bisa diartikan ada celah yang bisa dimanfaatkan dalam UU No, 21 Tahun 2011 ini? 

Jawabnya ada di buku undang-undang ini.

Identitas Buku:
Judul: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan 
Tahun Cetak: Juli 2014
Penerbit: Penerbit Medium. Kompleks Sukup Baru 23 Ujungberung, Bandung (022-76883000)


Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Telaah UU No. 21 tahun 2011: Kasus Investasi Yusuf Mansur dan MMM

0 komentar: