rangkuman pengetahuan, resensi buku, dan opini

28 October 2014

Disiplin, Kerja Keras, Kreatif dan Mandiri dalam Pendidikan Karakter Kurikulum 2013

Hari makin sore. Matahari sebentar lagi tenggelam dan langit mulai agak temaram. Satu demi satu layang-layang sudah ditarik dari angkasa. Semua orang pulang ke rumah masing-masing.

Namun dari satu rumah di sebuah gang, terdengar suara musik yang keras. Begitu kerasnya sehingga terdengar sampai ke rumah lainnya di seberang jalan besar. Persis seperti sedang punya hajatan pernikahan atau khitanan anaknya, padahal bukan sama sekali.

Musik itu menggema dari minikompo baru milik seorang lelaki berusia 55 tahun. Minikompo itu baru saja dibelikan anak sulungnya yang datang dari Ibu Kota. Suaranya berdentam-dentam menghantam telinga. Maklum, ia sedang menyetel music dangdut. Irama kendangnya membuat kepala lelaki itu bergoyang kanan-kiri.

Orang itu merasa takjub karena sekarang musik bisa diputar dari benda yang sangat kecil yang dicolokkan ke salah satu lubang minikompo.

Dulu orang harus memutar kases untuk mendengarkan lagu. Kaset itu pun harus dibeli dengan harga yang cukup mahal dan hanya berisi paling banyak 10 lagu. Ia pernah punya banyak kaset lagu dangdut. Sebelumnya malah menyetel lagu dari piringan lebar berwarna hitam, sehingga disebut piringan hitam. Tidak semua orang punya pemutar piringan hitam. Hanya orang kaya yang punya.
Zaman kaset berganti dengan zaman piringan yang lebih kecil, yakni compat disc (CD)yang bisa memuat puluhan hingga ratusan lagu. Namun zaman kejayaan CD hanya sebentar, segera digantikan dengan benda mungil yang disebut flashdisk—benda ajaib yang bisa menyimpan ratusan hingga ribuan lagu.

Lelaki itu menggeleng-geleng mengikuti irama lagu. Takjub dia dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat. Begitu asyiknya sampai-sampai ia tidak mendengar teriakan anaknya yang masih duduk di bangku SMP, Ismi.
“Pak, sudah azaaaan!” teriak Ismi.
Ayah Ismi masih asyik bergoyang ke kiri-kanan.
“Pak, sudah azaaaan!”
Ayah Ismi menoleh. “Apaaa?”
“Sudah azaaaan!”

Ayah Ismi baru sadar dengan yang sedang ia lakukan. “Astagfirullah,” katanya sambil mematikan minikompo. Tapi ia kesulitan. “Aduh, bagaimana cara mematikannya?”
Ismi segera menghampiri ayahnya, mengambil remote control, dan mematikan minikompo itu.
Ayah Ismi melongo dan memberikan isyarat permintaan maaf kepada beberapa orang yang melihat kepadanya.

Sejak saat itu, ayah Ismi sadar bahwa menyetel music tidak perlu keras-keras. Apalagi a tidak bisa menyetel dan mematikannya sendiri. Ternyata membunyikan musik cukup untuk bisa dinikmati sendiri, jangan sampai mengganggu tetangga.
Begitulah aturan dalam masyarakat.

Ia beruntung anaknya, Ismi, mempunyai kesadaran mengenai disiplin dalam bermasyarakat. Disiplin hidup bertetangga memang tidak tertulis, tapi jika melanggar, kita sendiri yang rugi.

Cerita di atas adalah salah satu contoh disiplin di tengah masyarakat. Ada contoh lain disiplin di masyarakat antara lain, menjaga kebersihan lingkungan, menjaga keamanan lingkungan, dan menghormati tetangga.
Selain di masyarakat, ada kedisiplinan di sekolah. Disiplin di sekolah dapat dicerminkan dengan perilaku tertib dan patuh pada peraturan sekolah. Contohnya, memiliki catatan kehadiran, memberikan penghargaan kepada warga sekolah yang berdisiplin, menaati tata tertib sekolah, membiasakan warga sekolah untuk berdisiplin, memberikan sanksi bagi pelanggar tata tertib sekolah, membiasakan hadir tepat waktu.

Disiplin merupakan hal pokok dalam berkehidupan. Manfaat dari kedisiplinan adalah kita bisa mengatur diri sendiri. Kelak di kemudian hari ketika ada tanggungjawab lebih besar yang harus diemban kita bisa dengan enteng menjalaninya.

Selain berdisiplin kita juga harus bekerja keras untuk mencapai kesuksesan dalam hidup. Sekolah yang baik setidaknya mendorong siswanya untuk bekerja keras. Ciri-ciri sekolah yang mendrong agar siswanya bekerja keras antara lain, menciptakan suasana kompetisi yang sehat, menciptakan rangsangan yang memacu kerja keras, membuat moto penyemangat, menciptakan etos kerja pantang menyerah, memacu suasana belajar yang memacu daya tahan kerja.

Selain disiplin, dan kerja keras, ada faktor lain lagi yang mempengaruhi kesuksesan seseorang, yakni berpikir kreatif. Kreatif itu bentuk dari kata sifat dari kara kreasi, kreasi memiliki makna hasil daya cita atau hasil daya khayal yang dihasilkan manusia. Berkreasi berarti mencipta atau menghasilkan sesuatu sebagai hasil buah pikiran. Jadi kreatif berarti memiliki daya cipta atau juga bisa dimaknai sebagai kemampuan untuk menciptakan. Anak kreatif biasanya suka pada hal baru. Naluri berpetualang mereka sangat besar. Begitu pula rasa ingin tahu mereka pada hal-hal yang belum mereka pahami. Karena itu mereka begitu terbuka dengan pelbagai ilmu pengetahuan.

Anak kreatif juga memiliki daya imajinasi yang tinggi. Mereka terkadang berpikir di luar pemikiran umum. Pikiran mereka begitu dinamis dan minat mereka pada pelbagai ilmu pengetahuan sangat besar, mulai dari music hingga politik sekali pun. Dengan pemikiran seperti itu, anak kreatif biasanya punya banyak cara untuk menyelesaikan masalah. Mereka juga berani untuk tampil beda sebab mereka percaya diri dengan gagasan-gagasannya yang orisinal.

Satu hal lagi dalam mencapai kesuksesan hidup yang sangat menentukan adalah kemandirian. Kemandirian barangkali persis yang dikatakan seorang Sastrawan Indonesia, Pramoedya Ananta Toer, “Berbahagialah dia yang makan dari keringatnya sendiri bersuka karena usahanya sendiri dan maju karena pengalamannya sendiri”. Anak yang mandiri adalah mereka yang bisa mengatasi kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi. Mereka tidak takut akan hasil tapi lebih gembira karena apa yang mereka kerjakan karena hasil jerih payah. Pengalaman-pengalaman yang terus dialami akan membuat mereka maju dan semakin yakin pada diri sendiri. Karena pengalaman-pengalaman itulah mereka bisa berpikir kreatif. Kemandirian itu proses yang terus menerus akan berlanjut sampai ajal menjemput.

Sekolah yang baik sebenarnya harus mendorong semua peserta didik untuk berkarakter mandiri. Tugas-tugas pribadi yang diberikan kepada peserta didik ada kalanya harus dikerjakan sendiri. Benar-benar sendiri untuk mengukur seberapa mandiri peserta didiknya.

Disiplin, Kerja Keras, Kreatid dan Mandiri itulah yang diulas oleh Hermawan Aksan dalam buku Pendidikan Budaya Karakter Bangsa (2). Buku itu merupakan rangkaian seri dari buku Seri Pendidikan Budaya dan karakter Bangsa yang di dalamnya memuat 18 nilai kaarkter yang ditekankan dalam Kurikulum 2013.

Buku tersebut ditulis dengan gaya bercerita dan tidak melulu berisi nasehat dan larangan. Gaya bercerita demikian seyogyanya membuat para pembaca baik guru maupun peserta didik merasa nyaman. Mereka bisa mengambil nilai-nilai karakter yang ditekankan dalam pendidikan dasar dan menengah sekarang.

Kehadiran buku ini senantiasa memberikan jawaban atas kebingungan para guru terkait dengan pelaksanaan kurikulum 2013. Mereka tak lagi kebingungan mencari model-model dan contoh nilai karakter yang ditekankan dalam pendidikan karakter menurut kurikulum 2013. Buku ini akan sangat membantu dalam melengkapi buku-buku ajar yang diterbitkan pemerintah. Sebab buku ajar yang diterbitkan pemerintah hingga saat ini pun belum sepenuhnya diterima oleh sebagian besar sekolah. Oleh karena itu sudah selayaknya buku ini ada di rak perpustakaan buku di seluruh sekolah Indonesia.

Identitas Buku:
Judul: Seri Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa (2): Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, dan Mandiri
Penulis: Hermawan Aksan
Tahun Cetak: Agustus 2014
Penerbit: Nuansa Cendekia. Kompleks Sukup Baru 23 Ujungberung, Bandung (022-76883000)




Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Disiplin, Kerja Keras, Kreatif dan Mandiri dalam Pendidikan Karakter Kurikulum 2013

0 komentar: