rangkuman pengetahuan, resensi buku, dan opini

08 June 2007

Tukul, Untumu Itu......


Andai saja dunia ini dihuni orang seperti Tukul Arwana semua, apa jadinya? Seorang agamais akan menjawabnya, tak mungkin. Manusia ditakdirkan berbeda-beda. Lain lagi jawab pengamat militer, “dunia pasti damai”. Seorang negarawan bilang, “la yang ngurusin rakyat terus siapa?”. Tapi ada jawaban lain. Jika dunia dihuni orang seperti Tukul semua, jadinya ya banyak sekali Tukul....

Sederhana bukan? Ngga ndakik-ndakik. Jauh dari neko-neko. Tak melangit atau menghujam. Biasa saja. Biasa saja, tak lebih atau kurang dari itu. Seperti itulah barangkali diri Tukul. Barangkali itulah yang terjadi saat ini. Betapa susahnya menjadi biasa saja. Dan yang biasa saja la kok malah jadi luar biasa. Duh Gusti...apa ini yang namanya wolak-waliking jaman.

Tukul yang sederhana. Tukul yang ndeso cum katrok. Seperti itulah Tukul yang ditulis dalam buku ini. Biografi yang ditulis dan terbit saat prestasi Tukul meroket. Sebagaimana biasa dipahami orang, yang dibiografikan ialah orang-orang hebat. Tukul pun demikian adanya. Maka pantas saja, orang menulis Tukul. Sebab Tukul itu baru penting dan perlu ditulis.

Sebab ia sedang menjadi orang penting, maka tak pantas mulutnya disobek-sobek. Tukul itu seorang pelawak sukses. Pinter bermain kata-kata. Cerdas mengambil tindakan. Ia bisa menyihir banyak orang untuk menatapnya. Dengan kelucuannya, ia bisa dulang rupiah. Tukul itu jujur. Ia tak suka umbar janji.

Jika ia suka mempermainkan orang itu tak dapat dipungkiri. Tapi bukankah orang yang dipermainkan justru terbahak-bahak. Giginya meringis. Lupa sejenak dengan utang. Tak ingat pada pelbagai korupsi. Yang korupsi pun, mungkin, lupa sejenak untuk tak korupsi.

Sukses Tukul itu bukan karena ia dikontak sampai 100 episode. Pun bukan ia bisa mejeng di pelbagai stasiun tv. Bisa membangun rumah bapaknya. Suksesnya lelaki kelahiran Semarang ini bisa mencium pipi alus aktris-aktris. Gratis lagi. Dan artis pun banyak yang mau. Ikhlas lagi. Tanpa sungkan atau takut disuruduk gigi Tukul. Ini yang hebat. Tapi perilaku ini, yang konon, tak mendidik.

Mengumbar hasrat di depan publik itu tak baik. Apalagi untuk anak-anak. Mereka perlu diberi tayangan yang baik. Jam 21.00 saat acara Empat Mata digelar anak-anak sedang belajar. Ini jika mereka taat jam belajar. Ini jika papan pengumuman jam belajar di gang-gang Jogja itu tak cuma jadi asesoris kota.

Jadilah Tukul itu teks di depan sidang pemirsa. Akhirnya jika sudah menjadi teks ia milik publik. Banyak orang mencintainya. Tak sedikit yang mengkritiknya. Beberapa orang yang tak pernah dikenal namanya diuntungkan dengan kehadiran Tukul. Itu sudah biasa menjadi resiko orang hebat.

Untuk menjadi hebat pun ternyata tak bisa dengan bim salabim. Ternyata butuh kristalisasi keringat. Seorang yang hebat, seperti Tukul, telah melalui audisi yang panjang, 14 tahun. Ia dikarantina dalam kehidupannya. Ia diejek, dipuji, disuruh latihan lagi terus dan terus.

Tak mudah menjadi seorang Tukul. Ia yang sebelum moncer dikenal tukang ngutang. Ngutangnya memang benar-benar miskin. Bukan sebab dia punya hutan, laut, pulau, dan kekayaan lain tapi ngga bisa memanfaatkannya. Ia dulu benar-benar papa dan nestapa.
Orang tentu ingin menjadi Tukul yang sekarang. Tak ingin menjadi Tukul sebelum moncer. Itulah sebab orang di dunia ini tak seperti Tukul semua. Mungkin yang dikatakan agamais, tentara, negarawan itu benar. Dunia akan kacau atau sebaliknya damai jika seperti Tukul semua.

Pada akhirnya memang harus ada yang ditonton dan menonton. Sekalipun itu berasal dari yang ndeso dan katrok. Kita pun sudah lelah memberi stereotip. Jika tak setuju, tak sobek-sobek mulutmu!!!!

Judul:Tukul Arwana, Kisah Sukes dengan Kristalisasi Keringat
Penyusun: Ahmad Bahar
Penerbit: Penebar Swadaya
Cetakan: 2007
Tebal: 139 hlm.

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Tukul, Untumu Itu......

1 komentar:

Anonymous said...

memang tukul itu fenomenal banget ...
coba dia lebih agak menghormati wanita, dan ga rada2, mungkin bisa lebih tahan lama lagi ....